Manusia adalah makhluk dinamis yang senantiasa berkembang. Adanya kebutuhan manusia terhadap pentingnya data dan informasi yang akurat tentang permukaan bumi menjadi dorongan bagi perkembangan dan kemajuan teknologi pengindraan jauh. Pengindraan jauh merupakan salah satu bagian dari ilmu geografi untuk memperoleh gambaran objek di atas permukaan bumi.
1. Pengertian Pengindraan Jauh
Pengindraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Dalam pengindraan jauh, objek yang diindra atau yang ingin diketahui berupa objek di permukaan bumi, dirgantara, atau antariksa. Alat yang digunakan untuk melakukan pengindraan jauh adalah sensor. Sensor berfungsi melacak, mendeteksi, dan merekam suatu objek di bumi dalam daerah jangkauan tertentu.
2. Komponen-Komponen dalam Sistem Pengindraan Jauh
Pengindraan jauh merupakan suatu sistem karena terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan bekerja sama secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen-komponen dalam pengindraan yakni;
a. Sumber Tenaga
Dalam pengindraan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah (sistem pasif) maupun sumber tenaga buatan (sistem aktif). Sistem pasif tenaga yang digunakan adalah tenaga elektromagnetik yang berasal dari sinar matahari.
Adapun sistem aktif tenaga yang digunakan adalah tenaga buatan (berupa gelombang mikro). Tenaga ini mengenai objek, di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Fungsi tenaga dalam pengindraan jauh adalah menyinari objek permukaan bumi dan memantulkannya kepada sensor.
Jumlah tenaga yang diterima oleh objek di setiap tempat berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut;
4. Tahapan dalam Interpretasi Citra
1. Pengertian Pengindraan Jauh
Pengindraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Dalam pengindraan jauh, objek yang diindra atau yang ingin diketahui berupa objek di permukaan bumi, dirgantara, atau antariksa. Alat yang digunakan untuk melakukan pengindraan jauh adalah sensor. Sensor berfungsi melacak, mendeteksi, dan merekam suatu objek di bumi dalam daerah jangkauan tertentu.
2. Komponen-Komponen dalam Sistem Pengindraan Jauh
Pengindraan jauh merupakan suatu sistem karena terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan bekerja sama secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen-komponen dalam pengindraan yakni;
a. Sumber Tenaga
Dalam pengindraan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah (sistem pasif) maupun sumber tenaga buatan (sistem aktif). Sistem pasif tenaga yang digunakan adalah tenaga elektromagnetik yang berasal dari sinar matahari.
Adapun sistem aktif tenaga yang digunakan adalah tenaga buatan (berupa gelombang mikro). Tenaga ini mengenai objek, di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Fungsi tenaga dalam pengindraan jauh adalah menyinari objek permukaan bumi dan memantulkannya kepada sensor.
Jumlah tenaga yang diterima oleh objek di setiap tempat berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut;
- Waktu penyinaran, jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus (siang hari) lebih besar daripada saat posisi miring (sore hari). Semakin banyak energi yang diterima objek, semakin cerah warna objek itu.
- Sudut datang sinar matahari memengaruhi jumlah energi yang diterima bumi.
- Bentuk permukaan bumi, permukaan bumi yang bertopografi halus dan memiliki warna cerah pada permukaannya lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan permukaan yang bertopografi kasar dan berwarna gelap sehingga daerah bertopografi halus dan cerah terlihat lebih terang dan jelas.
- Keadaan cuaca, kondisi cuaca pada saat pemotretan memengaruhi kemampuan sumber tenaga dalam memancarkan energi untuk sampai ke objek. Sebagai contoh, kondisi udara yang berkabut menyebabkan hasil pengindraan jauh menjadi tidak begitu jelas atau bahkan tidak terlihat.
b. Atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan udara yang menyelubungi permukaan bumi. Sebelum mengenai objek, energi yang dihasilkan sumber tenaga merambat melalu atmosfer. Atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang sehingga hanya sebagaian kecil tenaga elektromagnetik yang bisa mencapai permukaan bumi dan dimanfaatkan untuk pengindraan jauh.
Bagian spektrum elektromagnetik yang mampu melalu atmosfer dan bisa mencapai permukaan bumi disebut jendela atmosfer. Jendela atmosfer yang paling banyak digunakan dalam pengindraan jauh adalah spektrum tampak.
c. Objek
Objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam pengindraan jauh, antara lain atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan litosfer. Interaksi antara tenaga dan objek terlihat pada rona yang dihasilkan. Setiap objek memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam memantulkan dan memancarkan tenaga. Objek yang banyak memancarkan tenaga akan tampak cerah pada citra, sedangkan objek yang pantulannya atau pancarannya sedikit akan tampak gelap.
d. Sensor
Tenaga yang datang dari objek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Di samping itu, juga mempunyai kepekaan dalam merekam objek terkecil yang masih bisa dikenali dan dibedakan terhadap objek lain atau terhadap lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran objek kecil ini disebut resolusi spasial. Semakin kecil objek yang bisa direkam oleh sensor, menandakan semakin baik kualitas sensor itu.
e. Wahana
Kendaraan yang membawa alat pemantau dinamakan wahana. Berdasarkan ketinggian peredaraan wahana, tempat pemantauan atau pemotretan dari angkasa ini bisa diklarifikasikan menjadi tiga kelompok yakni sebagai berikut.
- Pesawat terbang rendah sampai menengah dengan ketinggian antara 1.000 sampai dengan 9.000 m dari permukaan bumi. citra yang dihasilkan adalah citra foto (foto udara).
- Pesawat terbang tinggi dengan ketinggian 13.000 m dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan ialah foto udara dan multispectral scanner data.
- Satelit dengan ketinggian antara 400 sampai dengan 900 km dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan adalah citra satelit. Satelit merupakan wahana yang digunakan untuk pengindraan jauh di luar angkasa.
f. Analisis Data
Analisis data bisa dilakukan dengan cara manual yakni dengan interpretasi secara visual, dan bisa pula dilakukan dengan cara numerik atau cara digital yakni menggunakan komputer. Foto udara umumnya diinterpretasi secara manual, sedangkan data hasil pengindraan secara elektronik bisa diinterpretasi secara manual maupun secara numerik.
g. Penggunaan Data
Penggunaan data (orang, institusi, atau pemerintah) merupakan komponen paling penting dalam pengindraan jauh karena para penggunalah yang bisa menentukan diterima atau tidaknya hasli pengindraan jauh. Data yang dihasilkan mencakup wilayah sumber daya alam suatu negara yang merupakan data yang sangat penting untuk kepentingan banyak orang sehingga data ini penting untuk dijaga penggunaanya.
3. Jenis Citra
Dalam pengindraan jauh, data atau hasil observasi yang didapat disebut citra. Citra bisa diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau. Menurut Hornby, citra adalah gambaran yang terekam oleh kamera atau alat sensor lain. adapun menurut Simonett, citra adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang didapat dengan cara optik, elektrik optik, optik mekanik, atau elektromekanik. Agar bisa dimanfaatkan, sebuah citra harus diinterpretasikan, diterjemahkan, atau ditafsirkan terlebih dahulu. Citra bisa dibedakan menjadi dua jenis yakni;
a. Citra Foto
Citra foto adalah citra yang merupakan hasil pemotretan suatu wilayah dari udara. Citra foto yang kemudian disebut foto udara direkam melalui kamera. Perekamannya secara serentak untuk satu lembar foto udara dan menggunakan spektrum tampak atau perluasannya.
Berikut ini merupakan jenis-jenis citra foto berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, posisi sumbu kamera, sudut liputan kamera, jenis kamera yang digunakan, warna yang digunakan, dan sistem wahananya.
1) Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto bisa dibedakan menjadi lima jenis yakni;
- Foto ultraviolet, merupakan foto yang dibuat menggunakan spektrum ultraviolet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. Cirinya tidak banyak informasi yang bisa disadap, namun untuk beberapa objek dari foto ini mudah pengenalannya karena kontrasnya yang besar. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi tumpahan minyak di laut, membedakan atap logam yang tidak dicat, jaringan jalan aspal, & batuan kapur.
- Foto ortokromatik, merupakan foto yang dibuat menggunakan spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4—0,56 mikrometer). Cirinya banyak objek yang tampak jelas. Foto ini bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap objek di bawah permukaan air hingga kedalaman kurang dari 20 m. Baik untuk survei vegetasi karena daun hijau tergambar dengan kontras.
- Foto pankromatik, merupakan citra foto dari udara yang dibuat menggunakan seluruh spektrum tampak mata mulai dari warna merah hingga unggu. Foto udara ini sering disebut foto udara konvensional. Ciri foto pankromatik adalah pada warna objek sama dengan kesamaan mata manusia sehingga baik untuk mendeteksi pencermaran air, kerusakan banjir, penyebaran air tanah, dan air permukaan.
- Foto inframerah asli (true infrared photo), merupakan foto yang dibuat menggunakan spektrum inframerah dekat hingga panjang gelombang 0,9—1,2 mikrometer yang dibuat secara khusus. Cirinya bisa mencapai bagian dalam daun sehingga rona pada foto inframerah tidak ditentukan oleh warna daun, namun oleh sifat jaringannya. Baik untuk mendeteksi berbagai jenis tanaman termasuk tanaman yang sehat atau yang sakit.
- Foto inframerah modifikasi, merupakan foto yang dibuat dengan inframerah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan sebagaian saluran hijau. Dalam foto ini objek tidak segelap dengan film inframerah sebenarnya sehingga bisa dibedakan dengan air.
2) Berdasarkan Sumbu Kamera
Citra foto bisa dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi yakni;
- Foto vertikal atau foto tegak (Orto photograph) yakni foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
- Foto condong atau foto miring (Oblique photograph) yakni foto yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini umum sebesar 10° atau lebih besar. Akan tetapi, bila sudut condongnya masih berkisar 1—4º, foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal. Foto condong masih dibedakan lagi menjadi dua yakni sebagai berikut;
- Foto agak condong (low oblique photograph), yakni apabila cakrawala tidak tergambar pada foto.
- Foto sangat condong (high oblique photograph), yakni apabila pada foto tampak cakrawalanya.
3) Berdasarkan Sudut Liputan Kamera
Citra foto berdasarkan sudut liputan kamera dibedakan menjadi empat yakni sudut kecil, bila sudut liputannya kurang dari 60º; sudut normal, bila sudut liputannya antara 60—75º; sudut besar, bila sudut liputannya antara 75—100º; serta sudut sangat besar, bila sudut liputannya lebih dari 100º.
4) Berdasarkan Jenis Kamera yang Digunakan
Berdasarkan jenis kamera yang digunakan, citra foto bisa dibedakan menjadi dua jenis yakni;
- Foto tunggal adalah foto yang dibuat dengan kamera tunggal. Tiap daerah liputan foto hanya tergambar oleh satu lembar foto.
- Foto jamak adalah beberapa foto yang dibuat pada saat yang sama dan menggambarkan daerah liputan yang sama. Adapun pembuatannya ada tiga cara yakni;
- Multi kamera atau beberapa kamera yang masing-masing diarahkan ke satu sasaran.
- Kamera multlensa atau satu kamera dengan beberapa lensa.
- Kamera tunggal berlensa tunggal dengan pengurai warna.
Foto jamak dibedakan lagi menjadi tiga yakni;
- Foto multispektral, adalah beberapa foto untuk daerah yang sama dengan beberapa kamera atau satu kamera dengan beberapa lensa. Masing-masing lensa menggunakan band (saluran) yang berbeda, yakni biru, hijau, merah, dan inframerah pantulan.
- Foto dengan kamera ganda, adalah pemotretan di suatu daerah menggunakan beberapa kamera dengan jenis film yang berbeda, misal foto pankromatik dan inframerah.
- Foto dengan sudut kamera ganda, adalah menggunakan satu kamera vertikal di bagian tengah dan beberapa foto condong di bagian tepi.
5) Berdasarkan Warna yang Digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, citra foto dibedakan menjadi;
- Foto warna asli (true color) merupakan foto pankromatik berwarna.
- Foto berwarna semu (false color) atau foto inframerah berwarna. Pada foto berwarna semu, warna objek tidak sama dengan warna foto, misal vegetasi yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spektrum inframerah, tampak merah pada foto.
6) Berdasarkan Sistem Wahana
Berdasarkan sistem wahana yang digunakan, citra foto dibedakan menjadi dua yakni;
- Foto udara, merupakan foto yang dibuat dari pesawat atau balon udara.
- Foto satelit, atau foto orbital merupakan foto yang dibuat dari satelit.
b. Citra Nonfoto
Citra nonfoto proses perekamannya dengan sensor selain kamera. Sensor yang digunakan mendasarkan atas pemindaian atau scanning. Proses perekamannya bagian demi bagian dan bisa menggunakan bagian mana pun dari seluruh jendela atmosfer, bahkan bisa menggunakan pita serapan di dalam pengindraan jauh. Citra nonfoto dibedakan menjadi tiga jenis yakni;
1) Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spekturm elektromagnetik yang digunakan dalam pengindraan jauh, citra nonfoto dibedakan menjadi dua jenis yakni;
- Citra inframerah termal, adalah nonfoto yang dibuat menggunakan spektrum inframerah termal. Pemanfaatan spektrum itu didasarkan atas beda temperatur tiap objek yang dipantulkan ke kamera atau sensor.
- Citra gelombang mikro dan citra radar, adalah citra nonfoto yang dibuat menggunakan spektrum gelombang mikro atau radar. Citra gelombang mikro menggunakan sumber energi alamiah (sistem pasif), sedangkan citra radar menggunakan sumber energi buatan (sistem aktif).
2) Berdasarkan Sensor yang Digunakan
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi dua jenis yakni;
- Citra tunggal merupakan citra yang dibuat dengan sensor tunggal yang salurannya lebar.
- Citra multispektral merupakan citra yang dibuat dengan sensor jamak, namun salurannya sempit yang terdiri dari;
- Citra RBV (Return Beam Vidicon), sensornya berupa kamera yang hasilnya tidak dalam bentuk foto karena detektornya bukan film dan prosesnya nonfotografik.
- Citra MSS (Multispectral Scanner), Sensornya dapat menggunakan spektrum tampak ataupun inframerah termal. Citra ini bisa dibuat dari pesawat udara.
3) Berdasarkan Wahana yang Digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra nonfoto bisa dibagi menjadi dua jenis yakni;
- Citra dirgantara (airbone image), merupakan citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi di udara (dirgantara). Contoh; citra inframerah termal, citra radar, dan citra MSS. Citra dirgantara ini jarang digunakan.
- Citra Satelit (satellitel spaceborne image), merupakan citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar.
4. Tahapan dalam Interpretasi Citra
Menurut Este dan Simonett, interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek itu. Berikut adalah tahapan kegiatan-kegiatan dalam interpretasi citra;
a. Deteksi
Deteksi adalah pengamatan adanya suatu objek.
b. Identifikasi
Identifikasi adalah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi menggunakan keterangan yang cukup. Pada tahapan ini, objek bisa dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor menggunakan alat stereoskop.
Ada tiga ciri utama yang bisa dikenali yakni;
- Ciri spektral, adalah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan objek. Ciri spektral dinyatakan dengan rona dan warna.
- Ciri spasial, adalah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi tekstur, bentuk, ukuran, bayangan, pola, situs, dan asosiasi.
- Ciri temporal, adalah ciri yang terkait dengan kondisi benda pada saat perekaman, misal rekaman sungai pada musim hujan tampak cerah, sedangkan pada musim kemarah tampak gelap.
c. Analisis
Analisis bertujuan mengelompokkan objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
5. Unsur-Unsur Interpretasi Citra
a. Rona dan Warna
Rona adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terjadi pada citra. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi rona pada citra yakni sebagai berikut;
1)Karakteristik Objek Karakteristik objek, yang memengaruhi rona antara lain sebagai berikut;
- Permukaan kasar cenderung menimbulkan rona gelap pada citra karena sinar yang datang mengalami hamburan sehingga mengurangi pantulan sinar.
- Warna objek yang gelap cenderung menghasilkan rona yang gelap.
- Objek yang basah atau lembap cenderung menghasilkan rona gelap.
- Pantulan objek, misal perairan akan menghasilkan rona yang gelap. Adapun perbukitan kapur akan menghasilkan rona yang terang.
2) Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan, juga memengaruhi rona pada citra. Hal ini dikarenakan setiap film juga mempunyai kepekaan kualitas tersendiri.
3) Pemrosesan emulsi
Pemrosesan emulsi, bisa menghasilkan cetakan dengan hasil redup (mat) setengah redup (semimat), dan cetakan gilap (glossy). Cetakan glossy menghasilkan rona yang cenderung terang, sebaliknya cetakan redup menghasilkan rona yang cenderung gelap.
4) Cuaca
Cuaca, kondisi cuaca di atmosfer bisa menyebabkan citra terlihat memiliki rona yang terang atau gelap. Apabila kondisi cuaca di atmosfer sangat lembap dan berkabut akan menyebabkan rona pada citra cenderung gelap.
5) Letak objek dan waktu pemotretan
Letak objek dan waktu pemotretan, letak objek berkaitan dengan lintang dan bujur. Letak lintang menentukan besarnya sudut datang sinar matahari. Waktu pemotretan juga mempengaruhi sudut datang sinar matahari. Waktu pemotretan pada siang hari cenderung akan menghasilkan rona yang lebih terang dibandingkan dengan pemotretan pada sore atau pagi hari.
b. Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Biasanya dinyatakan dengan kasar, sedang, dan halus, misal hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, dan semak bertekstur halus.
c. Bentuk, merupakan gambar yang mudah dikenali. Objek yang sejenis di muka bumi memiliki bentuk yang sejenis pada citra. Sebagai contoh, gedung sekolah pada umumnya berbentuk I, L, U, atau persegi panjang, sedangkan gunung api berbentuk kerucut.
d. Ukuran, adalah ciri objek berupa jarak, luas, tinggi lereng, dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, contohnya lapangan olahraga sepak bola yang dicirikan oleh bentuk segi empat dengan ukuran yang tetap.
e. Pola atau susunan keruangan, merupakan ciri yang menandai objek yang sebagian besar bentukan manusia dan beberapa objek alamiah, contohnya pola aliran sungai yang menandai struktur geologi. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. Permukaan dan transmigrasi dikenal dengan pola yang teratur yakni ukuran rumah yang jaraknya seragam dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, dan kebun kopi mudah dibedakan dengan hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yakni dari pola dan jarak tanamnya.
f. Situs, merupakan letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya, contohnya permukiman pada umumnya memanjang di pinggir pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan. Persawahan banyak terdapat di daerah dataran rendah.
g. Bayangan, bayangan yang terbentuk pada suatu objek sangat dipengaruhi oleh arah datangnya sinar matahari. Apabila pemotretan dilakukan pada pagi hari, bayangan objek ada di sebelah barat. Jika pemotretan dilakukan pada sore hari, bayangan objek akan di sebelah timur. Arah bayangan ini bisa digunakan untuk menentukan arah orientasi foto udara. Bayangan juga bisa menjadi kunci pengenalan yang penting dari beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi jelas. Sebagai contoh, cerobong asap dan menara tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, demikian juga lereng yang terjal juga tampak jelas dengan adanya bayangan.
h. Asosiasi, merupakan keterkaitan antara objek yang satu dan objek yang lain. Tampilan suatu objek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya objek yang lain karena adanya asosiasi, misalnya perkampungan umumnya dekat dengan jalan dan lahan pekarangan yang ditumbuhi tanaman.
Dalam mengenali objek pada foto udara atau pada citra lainnya, dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra. Semakin ditambah jumlah unsur interpretasi citra yang digunakan, semakin menciut lingkupnya ke arah titik simpul tertentu. Pengenalan objek dengan cara ini disebut konvergensi bukti. Konvergensi bukti ialah penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu kesimpulan tertentu.
6. Pola serta Ciri Ketampkan Alam dan Budaya dari Hasil Interpretasi Citra
a. Ketampakan Alam
a. Ketampakan Alam
- Sungai. Memiliki tekstur permukaan air yang seragam dengan rona yang gelap jika airnya jernih atau cerah jika keruh. Arah aliran sungai ditandai oleh bentuk sungai yang lebar pada bagian muara, pertemuan sungai memiliki sudut lancip sesuai dengan arah aliran, perpindahan meander ke arah samping dan ke arah bawah (muara), ketinggian semakin rendah ke arah muara, serta gosong sungai meruncing ke arah hulu dan melebar ke arah muara.
- Dataran banjir. Mempunyai permukaan yang hampir rata dengan posisi lebih rendah dari daerah sekitarnya. Terkadang dijumpai pada tempat yang tidak rata.
- Danau tapal kuda. Memiliki rona yang seragam atau kadang-kadang tidak seragam. Terdapat sungai yang posisinya kadang-kadang agak jauh.
- Hutan bakau. Digambarkan dengan rona yang sangat hitam karena daya pantul terhadap cahaya rendah, ketinggian pohon seragam, dan tumbuh pada pantai yang becek, tepi sungai, atau peralihan air payau.
- Hutan rawa. Digambarkan dengan rona dan tekstur yang tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh ketinggian pohonnya yang berbeda-beda. Terletak antara hutan bakau dan hutan rimba di kawasan pedalaman.
- Sagu dan nipah. Keduanya tergolong jenis palma. Perbedaannya adalah sebagai berikut ini;
- Sagu memiliki daun yang berbentuk roset (bintang), sedangkan nipah tidak.
- Sagu memiliki rona yang gelap, sedangkan nipah berona cerah dan seragam.
- Sagu tumbuh berkelompok, sedangkan nipah tidak.
- Tangkai bunga sagu memantulkan cahaya putih yang berasal dari tajuk bunga, sedangkan nipah tidak.
b. Ketampakan Bentang Budaya
- Sawah. Sawah pada citra terlihat berupa petak-petak empat persegi panjang pada daerah datar. Jika daerahnya miring, bentuk petak mengikuti garis tinggi. Jika terdapat tanaman padi, akan memiliki tekstur yang halus dengan rona gelap pada waktu berumur muda, abu-abu pada usia 2 bulan, cerah pada usia tua.
- Pabrik. Ditandai dengan gedung berukuran besar dan pada umumnya memanjang. Beberapa gedung sering bergabung dengan jarak yang dekat. Terletak di pinggir jalan, kadang-kadang tampak cerobong asap.
- Rumah atau permukiman. Berbentuk empat persegi panjang, terdapat bayangan di tengah-tengah bagian atapnya, terletak dekat jalan, dan ukuran rumah relatif kecil.
- Jalan raya. Jalan raya mempunyai bentuk memanjang, lebar seragam, dan relatif lurus, tekstur halus, serta rona yang kontras dengan daerah sekitar. Simpang jalan tegak lurus atau mendekati tegak lurus.
- Stasiun kerata api. Terdapat bangunan yang terpisah dari sekitarnya, tampak banyak cabang rel kereta api dan gerbong kereta api.